Setan eyd

Beberapa malam yang lalu sepulang nongkrong, masih belum ngantuk tentunya nonton tv jadi kegiatan standar mbok menawa ada film yg bagus meski mungkin telah diputer berulang ulang.

Pejat pejet tuts remote tv tentunya tidak menimbulkan tone harmonik suara layaknya piano atau pesawat telpon, terpaksa dalam hati pun ikut menelurkan tone umpatan yang saya dengar sendiri tentunya apalagi acara tv yang tersaji di semua stasiun saat itu tidak begitu sesuai dengan minat.

Tuts remote tv berhenti pada suatu acara mistis di sebuah stasiun ternama nasional, awalnya tak begitu memperhatikan kecuali backing suara standar mistis yang blas tidak jazzy dan tentu ketok digawe ngaget ngageti ben rodo medeni itu. Yang menjadi perhatian adalah saya tahu tempat itu, sedikit memahami karena pernah blusukan dan tahu secara ala kadarnya tentang sejarah di tempat itu.

Singkat cerita setelah eksplorasi yang cuma cerita karena yang diceritakan blas gak tampil di layar tv kecuali ujug ujug glodak glodak yang tentunya entah disengaja atau tidak disorot secara telat dengan perubahan ala kadarnya dengan bumbu2 cerita itu. Tibalah saatnya interaksi, logat jawa si empu yang membuka pada awal acara tentunya menegasikan sebuah kultur yang terbangun di sekitaran tempat itu. Catat itu!

Relawan yang entah dari mana datangnya ujug jug ngolat ngolet layaknya pencak silat yang dimainkan secara slow motion dengan mata melotot dan pringas pringis serasa tercekik whatever lah it called kesurupan. Ya ya ya standar prosedur gerakan kesurupan. Setelah si relawan diraupi dengan sedikit komat kamit oleh paranormal yang mengikuti acara tsb si relawan ujug2 ngececeng sedikit kejet kejet tapi lebih santai daripada ketika dia njoget ala buto cakil tadi. Setelah bisa dikontrol oleh paranormal etunya dimulai interaksi wawancara, secara gamblang paranormal bercerita tentang tersangka penyurup si relawan tadi, seseorang dari spesies antah berantah yang nongkrang nongkrong disitu sejak lama. Anyway itu bangunan dibangun sejak jaman kolonial dengan fungsi sebagai pabrik, namun tidak dengan langgam kolonial tenan atau art deco, sejatinya perpaduan vernakularisme kolonial, jawa dan tionghoa dipadu dengan langgam waton kothak koyo pabrik yg secara arsitektur mungkin simplikasi dari kebutuhan aktivitas yg dibikin oleh si empunya saat itu. Gak perlu tak attach fotonya ya, mundak ono sing tersinggung dengan omyangan saya di postingan ini. Dari kultur yang terbentuk di sepanjang acara dan cerita si dukun identitas si setan terkuak, buruh yang tewas sekian puluh tahun lalu saat masa kolonial Belanda.

Saat saat yang ditunggu adalah cerita si setan, tentunya tidak fair dengan cerita sepihak dari si dukun atau tukang jogo bangunan atau cerita si host acara. Di acara setanpun tetap butuh second opinion meski entah untuk apa.

Si host lalu menanyai si setan, uluk salam ala agama di jawab fasih meski si dukun tak menanyai agama si setan tadi lebih dulu. Ketika setan mulai mengeram lalu mulai berbicara tak jelas tata bahasanya yang intinya tidak terima diganggu, what? Bukannya beda dimensinya? Setelah permintaan maaf dan dimulai wawancaranya, si setan mulai bercerita. SILIIIIITTTTT...!!!!! Si setan bercerita dengan bahasa Indonesia.

Saya kira tak perlu mensinkronisasi cerita si setan dengan permen No. 46/2009 atau No. 50/2015 tentang ejaan bahasa, tapi logika say menarik kesimpulan tim kreatif acara tbs perlu banyal belajar, bukan belajar berkomunikasi dengan alaming lelembut, namun lebih ke konteks budayanya. Lepas pro kontra tentang alam gaib yang tak bakal ketemu bila kita telisik materi hingga perhitungan kuantumnya, gak lucu semisal acara setan dengan setting di Medan misalnya ujug2 setannya berbahasa Bali, meski ini masih bisa didebat lagi kemungkinannya.

Belasan tahun lalu saya pernah tongkrang tongkrong di Lawang Sewu, sebelum well organized seperti saat ini, modal kenalan, ngopa ngopi, ngekak ngekek dan ngudad ngudud memberi kesempatan saya untuk ngancani berselancar di terowongan bawah, tamunya dari univ ternama di Semarang, setelah mereka ketipu makelar guide dunia lain, dengan kemesakkean yang mendalam, para guide yg memang mengelola disana membolehkannya dngan berat hati tentunya, (tanpa benefit langsung buat mereka soalnya) kami bertiga (saya, teman kampus dan seorang lagi pemuda guide disana yg alkrab dngan kami) ditinggal buat nungguin para tamu yang mubeng nganjret rak bar bar menelanjangi setiap lorong basement lawang sewu itu. Berhubung cadangan rokok tinggal sebatang si kawan tadi pamit ke atas buat cari rokok tentunya dengan wanti2 kalo apa apa teriak saja. Oke.

Rokok yg tinggal sebatang itu kami hemat untuk diudud berdua, tepat di tempat lokasi uji nyali dulu yang fenomenal di stasiun tv itu. Ada penampakan? Enggak, yang ada ya siluman celeng menampak di diri teman karena sudah bosan menunggu dan kehabisan logistik bakaran mulut. Celang celeng dia mulai bersenandung.

Tak perlu detail saya cerita, karena bukan celang celeng itu fokus yang mau saya ceritakan. Tapi sama seperti acara tv di atas. Mahasiswa yg sedikit2 ngobrol dengan saya itu menunjukkan bidang logis yang dia pelajari, namun entah bagaimana mereka memiliki penasehat spiritual yang paten bersama keneknya, saya katakan paten karena entah mengapa mereka seperti tercengang dan menurut saja saat si dukun bercerita tentang hal yang tak kasat mata itu, benar benar tak kasat mata wong saya enggak paham juga tentang apa apa yang dia ceritakan, lha wong saya nggak lihat blas. Entahlah,, siapa sih gue,, seperti kata kata gaul anak muda etiopia.

Tibalah setelah kegiatan menunggu yng membosankan itu, mereka beranjak setelah kami mau tinggal naik, " sik mas.. Sik mas.." kami jawab "ngantuk mbah..",, "udude entek..", teman acuh tak acuh beranjak sambil memamerkan tato naga di kakinya dengan modal senter, entah kenapa kami masih bertemu dengan mereka di deket tikungan jalan pemuda, entah kebetulan atau tidak ngepasi si kenek kesurupan, kami yakin ethok2 saja, kenapa di luar di trotoar bukan tadi di dalam? Sebenarnya di balik pagar acara kesurupan itu ada monumen, sebuah tugu berisi tulang belulang yang tak tau siapa, entah pejuang entah pesakitan jaman pertempuran 5 hari, sekarang terlihat karena pagar terbuka tapi mereka tak tau saat itu, kami iseng berhenti, si dukun rasanya agak jengah dengan kehadiran kami tapi yo wis kebacut hahaha.

Interaksi si demit yg nyurupi itu dengan si mahasiswa tak begitu jelas, dan sangat standar, yakni dibuka dengan kaku kayak robot dan menggeram, karena udud kami penuh setelah beli kami pun ikut nngkrong disitu, sekalian mengiyakan seorang mahasiswa yang ramah mengajak kmi bergabung, sebagai referensi mungkin.

Demi kontekstual demit, ceritanya si setan yang nyurupi adalah tentara belanda setelah tadi scara singkat nonik belanda juga sempat meski sebentar. Inilah letak salahnya obrolah ala menir londo mencari si pitung dengan bahasa campur jowo dan logat di londo2ke itu benar2 menggelikan, kami memang tak ingin mengganggu sampai pada titik si mahasiswa itu menawarkan kami untuk berinteraksi, tenanan ki mas?

"guddendag mevrouw..?" sapaku membuka, asal sampeyan tahu jam sudah mendekati pukul 12 malam dan si setan itu tentara laki laki.

"hrrmmmhh.." katanya mengeram

Lagi saya tanya, "ni hao ma mevrouw?"

Benar tebakan kami, dia menjawab dengan mengeram saja, asu tenan lucunya juga para mahasiswa itu serius mendengarkan kami. Hendak lanjut pertanyaan saya tiba tiba teman menjawil, "wis wis.." sambil berbisik dia mengajak lanjut jalan.

Mahasiswa itu entah siapa namanya lupa tapi seangkatan dengan saya kalo tak salah ingat, dia menanyakan yg saya tanyakan dan kesan kami, teman langsung jawab, "ah mbuh mas, ngono ki adang gelem komunikasi kadang ora."

Setalelah pamit dan berpisah, teman baru bilang, aku disangoni dukune mau 20 ewu nggo tuku rokok pas kowe mulai takon setane bar dikon karo mase." Hahaha, baiklah..

tememplek by endik kurang luwih jam 11:51 p.m.,

0 gayung bersambut:

Een reactie posten

<< mbalik

sakderengipun kawula nyuwun agunging samudra pangaksami dumateng panjenengan sami, sesepuh pinisepuh, bapak bapak saha ibu ibu, mas mas saha mbak mbak ingkang kersa mampir dhateng papan kawula menika, menawi wonten kalepatan, sedaya klenta klentunipun bilih tumindak lan atur, nyuwun boten dipun dadosaken penggalih, mugi mugi Ngarsa Dalem Sing Ngecat Lombok paring berkah..