Perjalanan itu sangat heroik

"Saya berangkat dari tadi pagi mas, sebelum jam 6, tempatnya jauuuh sekali.. di kampungnya.. jalannya jauh berkelok kelok, banyak hutan dan jurang.."

Malam Sabtu kemarin saya terkesima oleh cerita seorang Ibu sebelah saya dalam perjalanan kembali ke Jakarta.
Dia meminta tolong dipandu sesampainya di Jakarta untuk meneruskan perjalanan ke Serang. Saya cuma berfikir, semoga masih ada Damri ke Cilegon sesampainya di Sukarno Hatta, nanti menjelang tengah malam.
"Ibu nggak tega melepas dia sendiri, apalagi bawa anak kecil.."
Yah dia dapat menantu di Ende, perjalanan kali ini adalah menemani anaknya ke sana, sang suami karena ada tugas, tak bisa menjeput.
"3 hari perjalanan dari Metro (Lampung) ke Surabaya, lalu masih lanjut dengan kapal. 9 hari mas sampai di sana.."
"Untung saya ikut, nggak tega pokoknya.."
Saya jadi ingat, berbagai macam pesan dari simbok dan nenek setiap saya pulang atau tiap saya telpon rumah. Sedewasa apapun kita, kita tetap anak, dan Ibu akan fight untuk melindungi si anak.
Karakter alami induk. Hmm..
Kembali ke Ibu tadi, setelah merasa selesai menunaikan tugasnya dan memastikan semua aman, ia kembali. Perjuangan untuk kembali itu sangat luar biasa untuk saya.
"Menantu Ibu bilang, Bu, kami tak bisa mengantar, hanya bisa sampai disini, di bandara"
Tiket on the spot terkadang susah, apalagi di musim libur begini, di Denpasar si Ibu tadi terpaksa menunggu hingga penerbangan akhir,
"Tiketnya mahal, uang Ibu kurang, jadi Ibu ambil yang malam saja."
Pengorbanan memang mahal.
"Habis ini apa Ibu langsung ke Metro?", tanya saya
"Tidak mas, Ibu mau ke anak Ibu saja, dia di Serang, nanti Ibu naik apa, tolong dikasih tahu ya mas.."
"Ibu tidak dijemput?"
"Tidak mas"
Tiba di terminal 3, bergegas saya temani beliau ke shelter Damri, terjawab dengan kurang sopan oleh entah petugas entah calo bahwa sudah tak ada malam itu, terlalu malam memang.
Opsi untuk ke Kp Rambutan lalu oper bus ke Serang baru Jam 3 bisa jalan.
"Anak Ibu tak bisa ditelpon, mungkin sudah tidur dia, Serangnya terminal ke selatan mas.."
Saya coba tanya ke petugas taksi, hanya bluebird yang berani karena sudah keluar wilayah operasi.
"Kurang lebihnya 400ribuan mas, tergantung mana Serangnya, pasti kena mel LLAJ karena sudah diluar batas."
Diiringi terimakasih yang berulang ulang dan doa, opsi yang terbatas itu terjawab sudah.
"Ibu tidur disini saja.."

tememplek by endik kurang luwih jam 4:20 p.m., > ,

"Saya mantan istrinya pendi.."

Hari ini jan ra mutu tenan.
Saya terbangun pagi ini tepat jam 10.10 wib
Bukan karena alarm, telpon atau miskol penuh dengan nada mesra, namun dengan gedoran pintu.

Saya semalam pulang ke Jakarta tepat jan 22.30 mendarat, demi kekancan, yang cukup ra wangun dan urgensi yang blas ra mutu yang nanti akan saya posting sendiri.

Pulang ke rumah, ndilalah ngepas waktu nonton pertandingan si barjabarbeh melawan real madrid yg cukup ra mutu dan membuat tertawa. Lalu melelapkan diri di hangatnya udara njakartah.

Suara gaduh pagi tadi cukup membuat saya terbangun. Saya hafal betul suaranya, awalnya kamar mandi yang di gedor, lalu berlanjut ke kamar si anak ibu kos, tak ada jawaban. Lalu berpindah ke pintu kamar saya. Setengah malas saya bangun.

"Nyari siapa Bu..?" Tanya saya sambil mata kriyip kriyip.

"Saya mau nyari Pendik..!"
Hmm saya punya berbagai macam nama panggilan dari endik, pendik, pendek, petruk, gareng, mbilung (sorry Om Rudi), gepeng, gendut, kenthus.

"Ada perlu apa?"

"Mana si pendik?!"

"Ada perlu apa?"

"Katanya ini kos kosannya pendik, benar gak"

"Iya, ada perlu apa?"

"Mana si pendik?"
Si milf gaje itu main srobot mau masuk kamar.

"Heh..! Mau kamu apa sih..!" Bentak saya. Mulai emosi juga akhirnya, soalnya style emak emak gak jelas, jauh dari seksi dan semlohai, jadi tengsin juga apalagi kalo sampai kelihatan tetangga.

"Saya mau nyari pendik", memang harus di bentak sambil nggebrak pintu biar down mentalnya.

"Lha kamu siapa?"

"Saya mantan istrinya pendik.."

GUBRAAAAKKKK...!!!

tememplek by endik kurang luwih jam 7:28 p.m., > ,

Saat itu, Rambo mungkin masih TK

Sekian puluh tahun lalu, sebagai jawaban atas pelanggaran kesepakatan Belanda, pemuda Indonesia menyerbu jogja yang saat itu berposisi sebagai ibukota negara Indonesia.

Saat ini, beberapa masih berkutat dengan kontroversi yang bisa jadi ada dalam proses penyerbuan itu.

Buku banyak terbit mengulas kontroversi itu, entah benar atau salah, kejadian itu sudah terlewat dan cuma bisa menjadi cerita, "Jaman ndisik kae lho le.."

Saya mendengar penuturan yang lain, dari nenek, sisi kehidupan kakek saya, seorang perwira muda lulusan heiho saat itu. Lebih menarik buat saya.
Bukan karena beliau adalah simbah saya, namun cuplikan minor yang tak tertulis di buku itu cukup panjang untuk didengar, cukup seru untuk dibayangkan dan cukup detail untuk dipetakan di google map.

Tak hafal saya menceritakan di sini, berbeda dengan simbah yang tiap saya pulang bercerita runut tentang jaman dulu yang nomaden dan detail hingga dukuh dukuh dan bayannya (kepala dukuhnya). Seperti tercetak dengan keras di memorinya.

"Mbiyen kuwi prajuret podo kalungan janur kuning"

"Ora janur abang mbah..?"

"Janur kuning le.."

"Lha arep perang po arep nyumbang  (resepsi) kawinan mbah, kok malah ono janur kuning barang."

"Dikalungke, ono sing disabukke, janur kuning le, dudu janur kembang mayang."

Saya terkadang ngantuk mendengar cerita berulang itu, tapi tak menampik, terkadang saya rindu cerita itu, tak seberapa petualangan saya selama ini dibanding serunya petualangan simbah saya saat itu.

Tetap sehat ya mbah..

Kalo gambar di atas adalah canang, sesajen budaya Mbali, mungkin dulunya sama di Jawa bila ditilik dari sejarah yang dekat dekat.
Korelasinya dengan Serangan Oemoem kayaknya nggak ada, cuma wadahnya dari janur kuning saja, yah sama sama satu klub janur kuning.
Nggak nyambung..? Memang iya nggak nyambung, biarin saja.. Nggak usah protes..

tememplek by endik kurang luwih jam 10:40 p.m., > ,

sakderengipun kawula nyuwun agunging samudra pangaksami dumateng panjenengan sami, sesepuh pinisepuh, bapak bapak saha ibu ibu, mas mas saha mbak mbak ingkang kersa mampir dhateng papan kawula menika, menawi wonten kalepatan, sedaya klenta klentunipun bilih tumindak lan atur, nyuwun boten dipun dadosaken penggalih, mugi mugi Ngarsa Dalem Sing Ngecat Lombok paring berkah..